Perlu Peninjauan Kembali Desentralisasi Pendidikan
Kebijakan Otonomi Daerah yang lahir pada masa reformasi melalui UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadikan dunia pendidikan tidak makin cerah. Otonomi Daerah hanya memindahkan permasalahan pendidikan dari pusat ke daerah. Kualitas pendidikan semakin sulit berkembang, karena pendidikan ikut dijadikan objek politik para elit daerah.
“Faktanya kita masih melihat masih tingginya disparitas pendidikan antar kelompok masyarakat, baik antara perkotaan dan pedesaan, kaya dan miskin, serta antar daerah,” kata Ketua DPR RI Marzuki Alie saat bicara dalam Seminar Nasional dengan tema ‘Mampukah Otonomi Pendidikan Mendorong Peningkatan Daya Saing Bangsa Pada Era Globalisasi’ di Auditorium Gedung Pusat IKIP PGRI Semarang di Semarang, Selasa (12/7/2011).
Ia memberi contoh penetapan Kepala Dinas Pendidikan oleh Kepala Daerah yang seringkali tanpa didasarkan pada kapabilitas seseorang, melainkan hanya karena kedekatan secara politik. Akibatnya pendidikan dikelola secara serampangan karena orang yang berada di pucuk pimpinan pendidikan di daerah bukan orang yang memahami tugasnya. Kualitas guru di daerah rata-rata juga kurang baik, karena rekrutmen dilakukan secara tidak profesional. Penerimaan calon guru dengan kolusi sudah dianggap umum dan belum jelas akreditasinya.
Kepada peserta seminar yang terdiri dari mahasiswa, guru dan dosen yang datang dari beberapa wilayah di Jateng, Ketua DPR menyebut masalah krusial yang juga menjadi bagian dari pendidikan adalah masalah sarana dan prasarana pendidikan yang tidak lebih baik. Besarnya dana pendidikan tidak sebanding dengan peningkatan kualitas pendidikan, sementara birokrasi pendidikan semakin ketat dan rumit.
Anggaran Pendidikan 20 persen dari APBN/APBD yang telah ditetapkan oleh konstitusi dan UU, semula dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pendidik, hingga kini ternyata belum dapat diimplementasikan secara seimbang. “Keadaan tersebut membuat kita berpikir, apakah tidak lebih baik jika dilakukan sentralisasi pendidikan di tengah kebijakan otonomi daerah sekarang ini atau sekurang-kurangnya sentralisasi terhadap tenaga pengajar atau guru,” imbuhnya.
Marzuki memaparkan beberapa langkah mendesak yang dapat dilakukan diantaranya, mengevaluasi manajemen pendidikan, dari desentralisasi menuju sentralisasi kembali, untuk menjauhkan pendidikan dari kegiatan politik praktis para elit kekuasaan di daerah. Duduk bersama antara DPR dan Pemerintah untuk membicarakan kebijakan sentralisasi tenaga pendidik.
“Segenap pihak perlu berupaya mencari formula terbaik untuk penyelenggaraan UN yang jujur, peningkatan kesejahteraan pendidik dan memperbaiki kualitas sarana dan prasarana pendidikan,” tambah politisi Partai Demokrat yang di daerah pemilihannya Sumsel, juga mengelola lembaga pendidikan dari tingkat TK sampai perguruan tinggi.
Rektor IKIP PGRI Semarang, Muhdi, SH. M.Hum mengatakan Seminar Nasional dalam rangka menyongsong Dies Natalis ke 30 ini diharapkan dapat menemukan tawaran solusi bagi permasalahan yang muncul setelah 10 tahun pelaksanaan otonomi daerah termasuk didalamnya otonomi pendidikan.
Anggota Dewan Kehormatan PGRI
Ketua Umumorganisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Pusat, DR. Sulistyo, M.Pd yang bertindak selaku moderator menyampaikan apresiasi kepada Ketua DPR RI Marzuki Alie untuk hadir dalam acara yang disebutnya seminar para guru di Semarang. Ia juga menyampaikan keyakinannya pemimpin bangsa yang berhasil adalah yang baik dan dekat dengan para guru. Kepada para peserta seminar ia juga menyampaikan rasa terkejutnya ketika menjemput Ketua DPR di Bandara Ahmad Yani. “Kita sudah menyediakan ruang VIP di bandara, tapi saya terkejut Ketua DPR tidak bersedia kesana dan lebih memilih ruang kedatangan umum, ternyata tidak semua politisi seperti yang kita bayangkan,” jelasnya.
Sulistyo yang juga anggota DPD RI dari daerah pemilihan Provinsi Jawa Tengah pada kesempatan tersebut meminta kesediaan Marzuki Alie untuk menjadi anggota Dewan Kohormatan PGRI, organisasi profesi yang menurutnya memiliki anggota terbanyak dibanding organisasi profesi lain. Ia mengungkapkan dari 2,7 juta tenaga pengajar di seluruh Indonesia 90 persen diantaranya adalah anggota PGRI.
Menjawab hal ini Ketua DPR RI Marzuki Alie menyatakan kesediaannya, sekaligus berterima kasih apabila para guru mempercayainya. Ia mengaku ada dua undangan yang sulit baginya untuk menolak, pertama bertemu para pemuda dan kedua memenuhi undangan para guru. “Saya selalu hadir menyangkut acara kepemudaan karena terkait calon pemimpin bangsa. Kemudian saya juga upayakan hadir acara guru, karena guru merupakan pilar bangsa, kalo guru baik InsyaAllah nasib bangsa akan selamat. Saya sangat berkepentingan pada guru karena ingin bangsa ini kedepan menjadi lebih baik,” demikian Marzuki. (iky) foto:gr/parle